Jumat, 30 Januari 2009 10:42 WIB Oleh: Ingki Rinaldi
Indra (19) tampak serius menempelkan serat-serat halus pelepah pisang berwarna coklat pada sebuah bidang berukuran 120 sentimeter x 60 sentimeter. Pada bidang yang ditempeli serat pelepah pisang dalam berbagai ukuran itu tersaji sebuah lukisan pemandangan alam nan menakjubkan.
Sebuah miniatur kapal layar tampak teronggok di atas sebuah botol cognac Perancis bermerek Martell pada ujung meja. Miniatur kapal itu dibuat sangat hati-hati menggunakan jarum dan peralatan lain yang dimasukkan lewat lubang botol itu.
Sementara sepasang tangan Indra bergerak di bawah bimbingan Jemy (32), pamannya, yang sudah sejak 1986 menggeluti usaha pembuatan miniatur berbagai jenis kapal layar. "Kalau untuk ini (lukisan) kan sudah lama tidak saya buat, namun belakangan ini ada yang tanya lagi, makanya saya bikin lagi," kata Jemy.
Sejak memulai usaha itu bersama kakaknya, Edy, yang jadi pelopor pembuatan miniatur kapal layar di lingkungan Kedungkwali, Kelurahan Miji, Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto, Jemy telah membuat tak kurang 100 model kapal layar. Mulai kapal layar semasa VOC (Belanda), kapal perang bangsa Viking, hingga kapal dari zaman Romawi.
Jemy yang lulusan SMEA PGRI Sooko, Mojokerto, mempekerjakan hingga 30 orang untuk memenuhi pesanan. Kebanyakan mengerjakan pesanan-pesanan itu di rumah masing-masing.
Namun, suatu siang beberapa waktu lalu, hanya ada tiga orang yang ada di bengkel kerja Jemy, termasuk Indra yang baru saja lulus dari SMKN 1 Kota Mojokerto. Indra baru dua bulan berguru pada pamannya di bengkel kerja itu sehingga ia baru diperkenalkan pada sejumlah tugas yang relatif ringan.
Sulit memasarkan
Kata Jemy, sesungguhnya ia sudah jenuh setelah mengurusi bisnis itu selama bertahun-tahun. Namun, panggilan untuk melestarikan kerajinan yang sempat diakui sebagai unggulan Kota Mojokerto itu membuatnya terus bertahan.
Ia mengakui, faktor tersulit adalah soal pemasaran karena bahan baku dianggapnya relatif mudah diperoleh. Menurut Jemy, ia lebih banyak mempergunakan sejumlah material bekas untuk memperkecil ongkos produksi, selain material utama berupa pelepah pisang yang relatif mudah diperoleh. Bahkan, untuk lambung kapal-kapal miniatur buatannya yang sepintas terlihat seperti terbuat dari batang kayu, juga dibuat dari pelepah pisang. Hanya beberapa di antaranya saja yang mempergunakan kayu mahoni atau jati.
Harga jual barang-barang kerajinan itu memiliki rentang antara Rp 15.000 hingga Rp 8 juta untuk miniatur kapal layar. Adapun lukisan yang tengah dikerjakan itu ditawarkan hingga Rp 1,5 juta. Korea, Belanda, dan sejumlah daerah di Indonesia adalah pasar bagi kerajinan itu. "Pokoknya harus kreatif dan memanfaatkan bahan yang ada karena saingannya juga banyak," ujar Jemy.
Indra (19) tampak serius menempelkan serat-serat halus pelepah pisang berwarna coklat pada sebuah bidang berukuran 120 sentimeter x 60 sentimeter. Pada bidang yang ditempeli serat pelepah pisang dalam berbagai ukuran itu tersaji sebuah lukisan pemandangan alam nan menakjubkan.
Sebuah miniatur kapal layar tampak teronggok di atas sebuah botol cognac Perancis bermerek Martell pada ujung meja. Miniatur kapal itu dibuat sangat hati-hati menggunakan jarum dan peralatan lain yang dimasukkan lewat lubang botol itu.
Sementara sepasang tangan Indra bergerak di bawah bimbingan Jemy (32), pamannya, yang sudah sejak 1986 menggeluti usaha pembuatan miniatur berbagai jenis kapal layar. "Kalau untuk ini (lukisan) kan sudah lama tidak saya buat, namun belakangan ini ada yang tanya lagi, makanya saya bikin lagi," kata Jemy.
Sejak memulai usaha itu bersama kakaknya, Edy, yang jadi pelopor pembuatan miniatur kapal layar di lingkungan Kedungkwali, Kelurahan Miji, Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto, Jemy telah membuat tak kurang 100 model kapal layar. Mulai kapal layar semasa VOC (Belanda), kapal perang bangsa Viking, hingga kapal dari zaman Romawi.
Jemy yang lulusan SMEA PGRI Sooko, Mojokerto, mempekerjakan hingga 30 orang untuk memenuhi pesanan. Kebanyakan mengerjakan pesanan-pesanan itu di rumah masing-masing.
Namun, suatu siang beberapa waktu lalu, hanya ada tiga orang yang ada di bengkel kerja Jemy, termasuk Indra yang baru saja lulus dari SMKN 1 Kota Mojokerto. Indra baru dua bulan berguru pada pamannya di bengkel kerja itu sehingga ia baru diperkenalkan pada sejumlah tugas yang relatif ringan.
Sulit memasarkan
Kata Jemy, sesungguhnya ia sudah jenuh setelah mengurusi bisnis itu selama bertahun-tahun. Namun, panggilan untuk melestarikan kerajinan yang sempat diakui sebagai unggulan Kota Mojokerto itu membuatnya terus bertahan.
Ia mengakui, faktor tersulit adalah soal pemasaran karena bahan baku dianggapnya relatif mudah diperoleh. Menurut Jemy, ia lebih banyak mempergunakan sejumlah material bekas untuk memperkecil ongkos produksi, selain material utama berupa pelepah pisang yang relatif mudah diperoleh. Bahkan, untuk lambung kapal-kapal miniatur buatannya yang sepintas terlihat seperti terbuat dari batang kayu, juga dibuat dari pelepah pisang. Hanya beberapa di antaranya saja yang mempergunakan kayu mahoni atau jati.
Harga jual barang-barang kerajinan itu memiliki rentang antara Rp 15.000 hingga Rp 8 juta untuk miniatur kapal layar. Adapun lukisan yang tengah dikerjakan itu ditawarkan hingga Rp 1,5 juta. Korea, Belanda, dan sejumlah daerah di Indonesia adalah pasar bagi kerajinan itu. "Pokoknya harus kreatif dan memanfaatkan bahan yang ada karena saingannya juga banyak," ujar Jemy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar